Sumber Berita disini 
Jakarta - Lahan seluas lapangan bulutangkis itu kini hanya  tinggal puing-puing. Dulu di lahan tersebut berdiri sebuah musala yang diberi  nama An-Najat. Di musala itu KH. Abdullah memberikan pengajian kepada  murid-muridnya, sejak tahun 1950-an.
Nama Kiai Abdullah kini ramai menjadi perbincangan di  Tangerang karena jasadnya yang sudah dikubur selama 26 tahun ternyata masih utuh  bahkan bau wangi. Kondisi jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya  tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih.
Sepanjang hidupnya, Kiai Abdullah banyak menghabiskan  waktunya untuk belajar dan mengajar agama. Menurut Achmad Fathi, putra Kiai  Abdullah, sewaktu muda Kiai Abdullah sempat dibimbing Kiai Mursan, seorang ulama  yang tinggal di kampung Blenduk, Batu Ceper, Tangerang, yang letaknya sekitar 2  kilometer dari kediamannya.
Setelah 5 tahun menuntut ilmu di Kiai Mursan, pria  kelahiran 16 Desember 1919 itu kemudian diperintah KH Marsan untuk menambah ilmu  di Darul Ulum, Mekkah, Arab Saudi. Di sana ia belajar selama kurang lebih 7  tahun.
Kiai Abdullah akhirnya pulang ke tanah air setelah  gurunya, Syekh Yasin, asal Padang, Sumatera Barat, memintanya pulang ke  Indonesia, untuk menularkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya di wilayah Batu  Ceper, Tangerang.
"Ayah saya diperintahkan pulang untuk mengajar oleh  Syekh Yasin, saat perang dunia ke II (1939-1945), " jelas Achmad Fathi saat  ditemui detikcom.
Sesuai perintah gurunya, Kiai Abdullah kemudian mulai  memberikan pengajian di sekitar rumahnya. Sistem pengajaran yang dilakukan Kiai  Abdullah bukan model pesantren melainkan berbentuk majelis.
Lokasi pengajian dilakukan di Musala An-Najat sejak  beduk Magrib hingga jam sembilan malam. Usai pengajian, biasanya murid-murid   bermalam di musala dan pulang selepas salat Subuh berjamaah.
Materi pengajian yang diajarkan Kiai Abdullah berupa  ilmu Fiqih (hukum) maupun tafsir Al Quran. Adapun kitab-kitab yang diajarjakan,  antara lain, Jurmiyah, Nahwu, Shorof, Fathul Qorib, Fathul Muin, maupun tafsir  Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin  As-Suyiti.
Saat mengajar, sang kiai dikenal sangat tegas. Namun  meski dikenal galak dalam mengajar, murid-muridnya justru semakin hari semakin  bertambah. Mereka umumnya datang dari daerah Batu Ceper dan wilayah  Tanggerang.
Selain mengajarkan ilmu agama, Kiai Abdullah juga mengajarkan murid-muridnya cara bercocok tanam. Saat siang hari biasanya murid-muridnya bekerja di sawah maupun kebun pepaya milik Abdullah. "Murid-murid kalau siang hari ditugasi mengelola sawah dan kebun milik keluarga kami," jelas Achmad Fathi.
Selain mengajarkan ilmu agama, Kiai Abdullah juga mengajarkan murid-muridnya cara bercocok tanam. Saat siang hari biasanya murid-muridnya bekerja di sawah maupun kebun pepaya milik Abdullah. "Murid-murid kalau siang hari ditugasi mengelola sawah dan kebun milik keluarga kami," jelas Achmad Fathi.
Kesolehan dan ilmu yang mumpuni yang dimiliki Kiai  Abdullah lama-lama tersiar ke seantero Tangerang. Itu sebabnya, Pemda Tangerang  pada tahun 1973 memintanya untuk menjadi Wakil Ketua Pengadilan Agama  Tengerang.
Namun sekalipun telah bekerja di pemerintahan, sikap sederhana dan rendah hati tetap melekat dalam diri Kiai Abdullah. Setiap bekerja ia hanya menggunakan sepeda ontel.
Namun sekalipun telah bekerja di pemerintahan, sikap sederhana dan rendah hati tetap melekat dalam diri Kiai Abdullah. Setiap bekerja ia hanya menggunakan sepeda ontel.
Jarak antara rumahnya ke Pengadilan Agama Tangerang  berjarak sekitar 10 kilometer. "Kata bapak hidup sederhana dan apa adanya  merupakan perintah Nabi Muhammad SAW. Karena itu selama hidup bapak tidak mau  hidup secara berlebih-lebihan, " jelas Abdul Zibaki, anak Kiai Abdullah  Lainnya.
Selama hidup Kiai Abdullah memiliki tiga orang istri,  yakni Rohani, Maswani, dan Romlah. Ia pertama menikah dengan Rohani, yang  merupakan putri gurunya, KH Mursan, sekitar tahun 1945. Dari pernikahannya  dengan Rohani, dikarunia dua orang anak. Namun tidak lama setelah melahirkan  anak kedua, Rohani meninggal dunia.
Selang dua tahun kemudian Kiai Abdullah menikah lagi  dengan Maswani, yang merupakan tetangga rumahnya. Dari Maswani, Kiai Abdullah  dikaruniai 5 orang anak. Dan lagi-lagi istri keduanya ternyata pergi menghadap  Sang Pencipta lebih dulu darinya. Maswani wafat tahun 1980.
Setelah kematian istri keduanya Kiai Abdullah  sebenarnya tidak mau menikah lagi. Namun karena desakan anak-anaknya, ia  akhirnya menikah dengan Romlah, warga tetangga Desa Juru Mudi. "Kami merasa  kasian sama bapak karena tidak ada yang mengurusinya. Makanya kami mendesaknya  untuk menikah lagi," tutur Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah.
Namun dari pernikahannya dengan Romlah, Kiai Abdullah  tidak dikaruniai anak hingga ia wafat pada 22 Oktober 1983. Kiai Abdullah  meninggal dunia lantaran penyakit ginjal yang dideritanya. Sebelum meninggal ia  sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Kiai Abdullah dimakamkan di belakang musala An-Najat  berdasarkan wasiat yang disampaikannya kepada anaknya, Mukhtar sebelum  meninggal. Sang kiai beralasan ingin dikubur di sana mengingat musala itu  merupakan tempat perjuangannya pertama kali di dunia dakwah.
Musala tempatnya pertama kali mengajar seakan menjadi  kenangan sendiri bagi Abdullah. Meskipun ia sebenarnya juga telah mendirikan  Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang diberi nama Islahuddiniyah, sejak tahun 1970-an.  Lokasi madrasah itu persis berada di depan rumah Kiai Abdullah.
Soal utuhnya jasad Kiai Abdulah setelah dikubur  selama 26 tahun dikatakan salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Said  Budairy sebagai karunia Allah. Menurutnya, jenazah itu dilindungi oleh  Allah.
"Kejadian seperti itu sudah sering terjadi di  beberapa daerah di Indonesia. Dan biasanya yang jasadnya seperti itu adalah  orang-orang yang hafidz Alquran dan alim," jelasnya.
Ditambahkannya, untuk melihat kealiman si jenazah  bisa dilihat dari perjalanan hidup almarhum. "Dan kalau seperti yang saya dengar  kiai itu sebagai orang yang ahli ilmu, itu sudah tidak salah lagi. Berarti kiai  itu dilindungi Allah di dalam kuburnya," imbuhnya.
Sementara Agus Hendratno, anggota Ikatan Ahli Geologi  Yogyakarta mengatakan, dari teori geologi, memang bisa saja jasad manusia yang  dikubur akan tetap utuh.
Penyebabnya mungkin saja di dalam tanah itu tidak  terdapat hewan organik yang bisa mengubah jasad manusia, seperti kulit dan  daging menjadi tanah.
Menurut Agus, dalam peristiwa utuhnya jenazah Kiai  Abdullah mungkin saja bisa disebabkan di liang lahat tidak terdapat hewan  organik.
"Sebenarnya peristiwa utuhnya jenazah masuk lebih  kepada urusan spiritual. Tapi kalau mau dikait-kaitkan ke dalam teori geologi,  bisa saja di liang lahat itu tidak terdapat hewan organik," urainya Tapi, kata  Agus, bila lokasi tanah yang berair dan lembab seperti di wilayah Batu Ceper,  yang dikenal dahulunya merupakan daerah rawa-rawa, teori itu terbantahkan.  Dengan kata lain Agus berpendapat jika peristiwa utuhnya jenazah Kiai Abdullah  sangat unik dan di luar kebiasaan. (ddg/iy). 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar